PERKEMBANGAN BAHASA DAN IMPLIKASINYA
DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
(Kajian Pustaka)
A. Kecerdasan Ganda (Multiple Intelligences)
DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
(Kajian Pustaka)
A. Kecerdasan Ganda (Multiple Intelligences)
Multiple intelligence merupakan sebuah teori yang digagas oleh Dr. Howard Gardner dan rekan-rekannya di Harvard University. Gardner mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah dan menciptakan produk yang bernilai budaya. Ia mengatakan bahwa psikologi dan pendidikan telah menghabiskan terlalu banyak waktu untuk mempelajari kecerdasan didalam ruang test dan bahwa kedua disiplin itu seharusnya lebih banyak melihat ke dalam dunia nyata untuk mencari contoh-contoh cara manusia memecahkan masalah dan menciptakan berbagai produk penting bagi perkembangan budaya.
Setelah meneliti berbagai jenis kemampuan, kompetensi dan ketrampilan yang digunakan si seluruh dunia, Dr. Gardner akhirnya menyusun daftar tujuh kecerdasan dasar (baru-baru ini, ia menambahkan kecerdasan yang kedelapan) yang menurutnya bisa mencakup berbagai jenis kecerdasan.
1. Kecerdasan Verbal atau linguistik
Kecerdasan verbal adalah kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif. Dalam kehidupan sehari-hari, kecerdasan verbal bermanfaat untuk berbicara, mendengarkan, membaca apapun (mulai dari rambu lalu lintas sampai novel klasik), dan menulis laporan (mulai pesan dan e-mail sampai puisi dan laporan kantor).
2. Kecerdasan Logis – Matematis (logika)
Kecerdasan logika melibatkan keterampilan mengolah angka dan/atau kemahiran menggunakan logika atau akal sehat. Ini adalah kecerdasan yang digunakan ilmuwan ketika menciptakan hipotesis dan dengan tekun mengujikannya dengan data ekperimental.
3. Kecerdasan Visual atau Spasial
Ini adalah kecerdasan gambar dan visualisasi. Kecerdasan ini melibatkan kemampuan untuk memvisualisasikan gambar di dalam kepala seseorang atau menciptakan dalam bentuk dua atau tiga dimensi.
4. Kecerdasan Bodily atau Kinestik – Jasmani
Kecerdasan kinestik – jasmani adalah kecerdasan seluruh tubuh.
5. Kecerdasan Musical
Kecerdasan musical melibatkan kemampuan menyanyikan sebuah lagu, mengingat melodi musik, mempunyai kepekaan akan irama, atau sekedar menikmati musik. Dalam kehidupan sehari-hari, kita mendapat manfaat dari kecerdasan musical setiap kali kita menyanyikan paduan suara, memainkan alat musik dan menikmati musik di TV, radio atau CD.
6. Kecerdasan Interpersonal
Kecerdasan ini melibatkan kemampuan untuk memahami dan bekerja sama dengan orang lain, mulai kemampuan berempati pada orang lain sampai kemampuan memanipulasi sekelompok besar orang menuju suatu tujuan bersama.
7. Kecerdasan Intrapersonal
Kecerdasan interpersonal adalah kecerdasan memahami diri sendiri dan kecerdasan mengetahui siapa diri kita sebenarnya.
Kecerdasan Naturalis
Kecerdasan ini melibatkan kemampuan mengenali bentuk-bentuk alam di sekitar kita. Ini juga kepekaan terhadap bentuk-bentuk alam lain.
B. Perkembangan Bahasa
Semua anak tampaknya melalui serangkaian tahap bahasa ketika mereka memperoleh bahasa. Usia anak ketika mencapai tahap. Tahap itu dapat berbeda, tetapi urutan tahap pemerolehan bahasa itu tampaknya sama bagi setiap anak. Menurut Aitchison (1984), tahap pemerolehan bahasa anak tampak seperti tabel berikut ini.
Tahap Perkembangan Bahasa
Usia
Lahir Menangis
6 Minggu Mendengkur
6 Bulan Meraban
8 Bulan Pola Intonasi
1 Tahun Tuturan satu kata
18 Bulan Tuturan dua kata
2 Tahun Impeksi kata
21/4 Tahun Kalimat tanya dan ingkar
5 tahun Konstruksi yang jarang dan kompleks
10 Tahun Tuturan yang matang
Urutan gejala atau tahap pemerolehan bahasa anak itu dapat diperikan sebagai berikut:
Tahap menangis, yakni suatu tahap dimana bayi mengeluarkan tangisan. Tangisan bayi ternyata mempunyai beberapa tipe makan. Sebenarnya tidaklah tepat bila dikatakan bahwa tangisan adalah fase perkembangan bahasa, karena tampaknya tangisan itu merupakan komunikasi yang bersifat instingtif. Hasil penelitian membuktikan bahwa makna tangisan bayi bersifat universal.
Tahap mendengkur, yakni suatu tahap ketika anak itu mulai mengeluarkan bunyi dengkuran seperti dengkur burung merpati. Bunyi seperti itu sering diidentifikasi sebagai mirip dengan vokal, meskipun pengecekan dengan spektogram menunjukkan bunyi dengkuran itu tidak sama dengan vokal orang dewasa.
Tahap meraban, yakni tahap di mana anak itu mulai melatih alat-alat ucapkan dengan mengeluarkan bunyi mama, dada dan sejenisnya. Bunyi-bunyi semacam itu bersifat universal. Artinya gejala semacam itu berlaku bagi setiap anak di dunia, tidak pandang bulu anak itu berbahasa apa dan dari etnis dan bangsa apa anak itu. Pada tahap ini anak juga masih mendengkur di samping meraban.
Tahap pola intonasi, yakni tahap di mana anak itu mulai menirukan pola intonasi orang tuanya.
Tahap tuturan satu kata, yakni tahap di mana anak itu mulai memperoleh empat atau lima kata sampai kurang lebih lima puluh kata. Rata-rata anak memperoleh lima belas kata yang berupa nama orang, binatang atau benda.
Tahap tuturan dua kata, yakni tahap anak memperoleh kata mencapai ratusan jumlahnya. Tahap ini sering disebut sebagai tahap telegrafis karena tuturan anak itu mirip dengan telegram yang sangat singkat, lazimnya dua kata yang sudah merupakan kalimat utuh.
Tahap infeksi kata, yakni tahap anak mulai memperoleh kata-kata turunan dari kata benda atau kata kerja, dan lain-lain dan anak memperoleh kata ulang serta mungkin juga kata majemuk.
Tahap bentuk tanya dan ingkar yaitu tahap di mana anak itu mulai dapat menggunakan bentuk tanya dan bentuk ingkar.
Tahap konstruksi yang jarang atau kompleks yaitu tahap di mana anak itu mulai menggunakan konstruksi yang jarang digunakan atau konstruksi yang kompleks, seperti kalimat majemuk.
Tahap tuturan yang matang, yaitu tahap di mana anak sudah memperoleh tuturan yang lengkap yang mirip atau sama dengan tuturan yang dikuasai oleh orang dewasa. Pada tahap itu, periode kritis sudah lewat dan anak sudah menguasai kaidah tata bahasanya secara relatif sempurna.
Perkembangan bahasa terkait dengan perkembangan kognitif yang berarti faktor intelek/kognisi sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan berbahasa. Perkembangan bahasa juga dipengaruhi lingkungan, karena bahasa pada dasarnya merupakan hasil belajar dari lingkungan. Belajar bahasa yang sebenarnya baru dilakukan oleh anak berusia 6-7 tahun, di saat mulai bersekolah. Jadi, perkembangan bahasa adalah meningkatnya kemampuan penguasaan alat berkomunikasi, baik alat komunikasi dengan cara lisan, tertulis maupun menggunakan tanda-tanda dan isyarat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa antara lain:
Umur anak
Manusia bertambah umur akan semakin matang pertumbuhan fisiknya, bertambah pengalaman, dan meningkat kebutuhannya. Bahasa seseorang akan berkembang sejalan dengan pertambahan pengalaman dan kebutuhannya. Faktor fisik akan ikut mempengaruhi sehubungan semakin sempurnanya pertumbuhan organ bicara, kerja otot-otot untuk melakukan gerakan-gerakan dan isyarat.
Kondisi lingkungan
Lingkungan tempat anak tumbuh dan berkembang memberi andil yang cukup besar dalam berbahasa.
Kecerdasan anak
Untuk meniru lingkungan tentang bunyi atau suara, gerakan dan mengenal tanda-tanda, memerlukan kemampuan motorik yang baik. Kemampuan motorik seseorang berkorelasi positif dengan kemampuan intelektual atau tingkat berpikir.
Status sosial ekonomi keluarga
Keluarga yang berstatus sosial ekonomi baik, akan mampu menyediakan situasi yang baik bagi perkembangan bahasa anak-anak dan anggota keluarganya.
Kondisi fisik
Kondisi fisik disini dimaksudkan kondisi kesehatan anak. Seseorang yang cacat yang terganggu kemampuannya untuk berkomunikasi tentu saja akan menunggu perkembangannya dalam berbahasa.
10 Tahun Tuturan yang matang
Urutan gejala atau tahap pemerolehan bahasa anak itu dapat diperikan sebagai berikut:
Tahap menangis, yakni suatu tahap dimana bayi mengeluarkan tangisan. Tangisan bayi ternyata mempunyai beberapa tipe makan. Sebenarnya tidaklah tepat bila dikatakan bahwa tangisan adalah fase perkembangan bahasa, karena tampaknya tangisan itu merupakan komunikasi yang bersifat instingtif. Hasil penelitian membuktikan bahwa makna tangisan bayi bersifat universal.
Tahap mendengkur, yakni suatu tahap ketika anak itu mulai mengeluarkan bunyi dengkuran seperti dengkur burung merpati. Bunyi seperti itu sering diidentifikasi sebagai mirip dengan vokal, meskipun pengecekan dengan spektogram menunjukkan bunyi dengkuran itu tidak sama dengan vokal orang dewasa.
Tahap meraban, yakni tahap di mana anak itu mulai melatih alat-alat ucapkan dengan mengeluarkan bunyi mama, dada dan sejenisnya. Bunyi-bunyi semacam itu bersifat universal. Artinya gejala semacam itu berlaku bagi setiap anak di dunia, tidak pandang bulu anak itu berbahasa apa dan dari etnis dan bangsa apa anak itu. Pada tahap ini anak juga masih mendengkur di samping meraban.
Tahap pola intonasi, yakni tahap di mana anak itu mulai menirukan pola intonasi orang tuanya.
Tahap tuturan satu kata, yakni tahap di mana anak itu mulai memperoleh empat atau lima kata sampai kurang lebih lima puluh kata. Rata-rata anak memperoleh lima belas kata yang berupa nama orang, binatang atau benda.
Tahap tuturan dua kata, yakni tahap anak memperoleh kata mencapai ratusan jumlahnya. Tahap ini sering disebut sebagai tahap telegrafis karena tuturan anak itu mirip dengan telegram yang sangat singkat, lazimnya dua kata yang sudah merupakan kalimat utuh.
Tahap infeksi kata, yakni tahap anak mulai memperoleh kata-kata turunan dari kata benda atau kata kerja, dan lain-lain dan anak memperoleh kata ulang serta mungkin juga kata majemuk.
Tahap bentuk tanya dan ingkar yaitu tahap di mana anak itu mulai dapat menggunakan bentuk tanya dan bentuk ingkar.
Tahap konstruksi yang jarang atau kompleks yaitu tahap di mana anak itu mulai menggunakan konstruksi yang jarang digunakan atau konstruksi yang kompleks, seperti kalimat majemuk.
Tahap tuturan yang matang, yaitu tahap di mana anak sudah memperoleh tuturan yang lengkap yang mirip atau sama dengan tuturan yang dikuasai oleh orang dewasa. Pada tahap itu, periode kritis sudah lewat dan anak sudah menguasai kaidah tata bahasanya secara relatif sempurna.
Perkembangan bahasa terkait dengan perkembangan kognitif yang berarti faktor intelek/kognisi sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan berbahasa. Perkembangan bahasa juga dipengaruhi lingkungan, karena bahasa pada dasarnya merupakan hasil belajar dari lingkungan. Belajar bahasa yang sebenarnya baru dilakukan oleh anak berusia 6-7 tahun, di saat mulai bersekolah. Jadi, perkembangan bahasa adalah meningkatnya kemampuan penguasaan alat berkomunikasi, baik alat komunikasi dengan cara lisan, tertulis maupun menggunakan tanda-tanda dan isyarat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa antara lain:
Umur anak
Manusia bertambah umur akan semakin matang pertumbuhan fisiknya, bertambah pengalaman, dan meningkat kebutuhannya. Bahasa seseorang akan berkembang sejalan dengan pertambahan pengalaman dan kebutuhannya. Faktor fisik akan ikut mempengaruhi sehubungan semakin sempurnanya pertumbuhan organ bicara, kerja otot-otot untuk melakukan gerakan-gerakan dan isyarat.
Kondisi lingkungan
Lingkungan tempat anak tumbuh dan berkembang memberi andil yang cukup besar dalam berbahasa.
Kecerdasan anak
Untuk meniru lingkungan tentang bunyi atau suara, gerakan dan mengenal tanda-tanda, memerlukan kemampuan motorik yang baik. Kemampuan motorik seseorang berkorelasi positif dengan kemampuan intelektual atau tingkat berpikir.
Status sosial ekonomi keluarga
Keluarga yang berstatus sosial ekonomi baik, akan mampu menyediakan situasi yang baik bagi perkembangan bahasa anak-anak dan anggota keluarganya.
Kondisi fisik
Kondisi fisik disini dimaksudkan kondisi kesehatan anak. Seseorang yang cacat yang terganggu kemampuannya untuk berkomunikasi tentu saja akan menunggu perkembangannya dalam berbahasa.
C. Perkembangan Bahasa dan Implikasinya dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Menurut Chomsky (Woolflok, dkk, 1984) anak dilahirkan ke dunia telah memiliki kapasitas berbahasa. Akan tetapi seperti dalam bidang yang lain, faktor lingkungan akan mengambil peranan yang cukup menonjol, dalam mempengaruhi perkembangan bahasa anak tersebut. Perkembangan bahasa anak terbentuk oleh lingkungan yang berbeda-beda.
Kemampuan berpikir akan berbeda-beda, sedang berpikir dan bahasa mempunyai korelasi yang tinggi. Kemampuan berpikir berpengaruh terhadap kemampuan berbahasa dan sebaliknya, kemampuan berbahasa berpengaruh terhadap kemampuan berpikir.
Kelas atau kelompok belajar terdiri dari siswa-siswa yang bervariasi bahasanya, baik kemampuannya maupun polanya. Menghadapi karakteristik siswa yang berbeda-beda dengan memperhatikan perbedaan kecerdasan verbal atau linguistik maka guru harus memilih dan menggunakan pendekatan, metode dan strategi pembelajaran yang tepat dengan memfokuskan pada potensi dan kemampuan berbahasa anak.
Salah satu pendekatan yang cocok dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah pendekatan komunikatif. Pada hakikatnya pendekatan komunikatif berorientasi pada fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Tujuan pembelajarannya adalah mengembangkan kompetensi komunikatif yang meliputi kompetensi gramatikal, sosiolinguistik, wacana dan kompetensi strategi (savigman, 1983).
Pembelajaran sebagai sarana untuk penguasaan berbahasa mengandung unsur yang terkait yang bisa dipertimbangkan dan dilakukan oleh pengajar yaitu tujuan, materi, kegiatan belajar mengajar, guru siswa dan penilaian.
a. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran bahasa pada umumnya adalah terbentuknya empat keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis baik yang menyangkut aspek kebahasaan maupun kesastraan.
Perumusan tujuan bahasa dalam pendekatan komunikatif didasarkan atas analisis kebutuhan (need analysis, need assessment) yaitu hal-hal yang ingin dicapai oleh pembelajar. Analisis kebutuhan dapat dirumuskan atas dasar penelitian, pengamatan, survei atau kebijakan daerah dan sebagainya.
b. Materi Pelajaran
Tujuan yang telah dirumuskan dikembangkan menjadi materi pelajaran. Materi juga didasarkan atas kebutuhan. Penyajian materi hendaknya betul-betul dikaitkan dengan fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi, penyajian dikaitkan dengan konteks, makna bahasa secara utuh.
c. Peran Guru Pembelajar dan Teknik Pembelajaran
Pendekatan komunikatif, pembelajaran yang berpusat pada pembelajar. Untuk mengembangkan AKREP Pembelajar, dapat digunakan berbagai teknik pembelajaran tanya jawab, diskusi, tugas, diskusi kelompok, karyawisata dsb. Guru dapat menggunakan teknik elektrik (gabungan berbagai teknik), yang penting dapat menggairahkan situasi belajar, meningkatkan motivasi, mengembangkan daya aktif, kreatif dan produktif pembelajar untuk berujar, menulis, dan bertindak. Peran guru sebagai organisator, motivator dan fasilitator.
d. Penilaian Pembelajaran
Penilaian pembelajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif dilaksanakan dengan dua cara yaitu penilaian proses dan hasil. Dalam pendekatan komunikatif, penilaian proses pembelajaran lebih bermakna daripada penilaian hasil. Pertimbangannya penilaian proses lebih komprehensif.
Kecerdasan linguistik siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia dapat dikembangkan dengan berbagai cara salah satu diantaranya dengan menggunakan model pengekspresian secara mandiri baik secara lisan maupun tulisan.
1. Siswa diajak berkomunikasi langsung baik secara lisan maupun tulisan (misalnya: bercerita, diskusi, bermain peran, mengarang, menulis buku harian, menulis puisi dsb), dengan menggunakan kata-kata atau bahasa yang disusun oleh siswa sendiri. Dengan cara ini guru dapat melakukan identifikasi tentang pola dan tingkat kemampuan berbahasa siswanya.
2. Berdasarkan hasil identifikasi itu guru melakukan perbaikan-perbaikan atas kesalahan berbahasa yang dilakukan para siswa juga melakukan pengembangan bahasa siswa dengan menambahkan perbendaharaan bahasa lingkungan yang telah dipilih secara tepat. Dalam hal ini guru harus lebih banyak memberikan rangsangan dan koreksi dalam bentuk diskusi ataupun komunikasi bebas.
3. Selain itu kecerdasan linguistik dapat dikembangkan dengan cara membaca buku terutama novel, cerpen atau cerita yang menarik. Membaca selain meningkatkan intelegensi linguistik juga memberi manfaat besar bagi pengembangan pengetahuan. Hal ini dapat membantu untuk dapat berpikir secara luas dan terbuka dan tidak picik.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiana, Leo Indra dan Syamsul Sodiq. 2000. Psikolinguistik. Jakarta: Universitas Terbuka.
Pringgawidagda, Suwarna. 2002. Strategi Penguasaan Berbahasa. Yogyakarta. Adicita Karya Nusa.
Sunarto, H. dan B. Agung Hartono. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Syurfah, Ariany. 2007. Multiple Intelligences for Islamic Teaching. Panduan Melejitkan Kecerdasan Majemuk Anak Melalui Pengajaran Islam. Bandung: PT Syaamil Cipta Media.